Jakarta Rock Parade - Day 3
Waktu kuliah, katanya yang membedakan sejarah dan pra-sejarah adalah ketika manusia kenal tulisan. Sebelum manusia kenal tulisan, disebutnya pra-sejarah... dan setelah manusia tahu caranya menulis, kita memasuki masa sejarah.
Jadi apa yang dibutuhkan untuk membuat sejarah? Perang? Deklarasi? Bom atom? Apapun itu, selama hal tersebut tercatat manusia, maka dia tercatat dalam sejarah. Kebalikkannya, kalau sesuatu hal yang penting tidak tercatat manusia sama sekali, maka kejadian tersebut akan terlupakan dari sejarah.
Lalu saya belajar sastra, ilmu budaya, dan teori-teori postmodernisme. Doktrin-doktrin yang saya terima mengatakan bahwa sejarah itu bisa memiliki versi yang berbeda, tergantung dari mata siapa sebuah kejadian bersejarah itu disaksikan, siapa yang menulis dan dari sudut pandang apa. Contoh singkatnya, sejarah G30SPKI yang sekarang mulai diragukan kebenarannya... coba tanya seorang komunis (atau x-komunis) yang dibungkam negara, sejarah yang dia katakan pasti berbeda versi dari sejarah versi Orba yang selama ini kita tahu. Jadi, sebenarnya sejarah itu subjyektif (Teman-teman yang dari jurusan Sejarah pasti gak sejuju...hohoho... peace yha...)
Akhir minggu kemarin, baru saja dilaksanakan sebuah acara Parade Musik Rock Jakarta (Jakarta Rock Parade) yang jargonnya adalah "Let's Make History". Sayang ternyata hasil yang tercatat dari sejarah itu tidak sesuai harapan banyak orang. Banyak pengisi acara membatalkan penampilannya karena masalah pembayaran, banyak pula penonton mengeluh perihal tiket masuk yang terlalu mahal sementara band-band import yang ditunggu-tunggu membatalkan penampilannya juga.
Saya malas mencatat hal yang buruk-buruk karena saya yakin media masa dan kritikus gigs sudah melakukannya (no offense yah, guys...) Berikut adalah catatan sejarah dari sudut pandang saya_subyektifitas saya.
Berhubung band saya masih melacur, jadi kami tidak menuntut apa-apa dalam hal pembayaran. Menjadi bagian dalam *apa yang mereka bilang* sejarah juga sudah senang. JRP menjadi panggung yang spesial bagi kami karena pada saat itu lah kami merasa tampil dengan sangat maksimal (walaupun terdapat human error pada bagian sound panggung - vokal gue tiba2 bergema dan output bass kurang terdengar) Hal yang paling utama, karena kami kini bersama drummer additional baru. Bermain di tempo yang aman dan groove yang dicari, saya merasa jauh lebih rileks dan bebas kekhawatiran. Sekarang saya tahu perasaan seorang Iman Fattah waktu jatuh hati pada Uta... hehehe. (Saat ini kami sedang dalam masa pendekatan dengan drummer baru itu, doakan kami semoga suatu saat dia mau bergabung bersama kami ya...) Sebenarnya kami ingin membawakan 7 lagu, tapi sayang sekali, panitia memotong waktu kami di tengah-tengah sehingga hanya 4 lagu yang kami bawakan. Kami memperkenalkan dua lagu baru, yang sambutannya cukup positif dari teman-teman.
Keajaiban lain yang tidak kami sangka, yaitu ketika kami tampil di panggung lounge dan ZATPP memulai penampilannya di indoor. Sebagian penonton tersedot ke indoor, tapi cukup banyak yang bertahan di luar untuk menyaksikan kami. Mengagetkan dan sangat membahagiakan mengingat siapalah kami dibanding band sekeren ZATPP :-D
Hal lain yang juga ingin saya catat, *narsis alert* ada beberapa orang dari band lokal bertaraf internasional yang selama ini saya kagumi_ memuji penampilan kami. Biduanitanya yang merupakan salah satu referensi koreografi dan interaksi di panggung buat saya bahkan memuji secara berlebihan. (gue malu dan ge-er berat dengernya... masih merasa belom pantas dengar pujian seperti itu...)
Ok, enough about us... now about other bands.
Saya belajar satu pal penting dalam JRP: soal kerendahan hati. Saya tahu banyak band yang membatalkan penampilannya karena masalah pembayaran, dan mereka sangat berhak melakukan hal tersebut. Tapi saya cukup terharu melihat beberapa band/musisi yang sebenarnya ingin sekali mensupport acara ini, bahkan mereka rela main meski bayaran belum lunas. Adrian Adioetomo misalnya. Ketika saya dapat kabar burung soal akan dibatalkannya hari ke-3, saya langsung menghubungi beberapa teman yang juga akan tampil. Ian dengan sabar berkata, bahwa apapun yang terjadi dia akan tetap datang. Ketika tampil di panggung pun Ian tetap memuji usaha dan kerja keras panitia. Kerendahan hati yang patut jadi teladan bagi kita semua... kalau tidak ingin mensupport panitianya, minimal kita support musik dan semangatnya (tapi jangan dijadikan alasan bagi EO - EO di luar sana untuk mencari band gratis yhaaa... being humble is not the same as being stupid lhoooo...)
Lalu, saya sangat bersyukur dengan kesempatan menyaksikan Southern Beach Terror yang banyak dibicarakan itu... Mereka attraktif sekali! benar-benar aroma baru bagi telinga-telinga yang sudah haus variasi baru musik rock di Indonesia. Dan juga tentunya, sangat bersyukur bisa menyaksikan MONO dan mendapatkan tanda tangannya di balik ID performer saya (Special thanks to Rekti, yang mau dititipin ID, hehehe) Mereka bernyawa di panggung seperti manusia-manusia bisu, tidak berbicara sama sekali, tapi dengan ajaib saya mengerti apa yang ingin mereka katakan dari musiknya:
seperti inilah bunyi dari rasa sakit, perih, kesepian, dan amarah_ pelajari baik-baik,
nak.
Hidup tidak selamanya warna-warni seperti gulali.Jumlah penonton yang sedikit sebenarnya memberi banyak keuntungan. Berjumpa dengan teman-teman yang saling kita kenal, jalan tanpa perlu berdesak-desakkan, dan suasana yang lebih akrab antara panggung dan penonton: hal-hal yang tidak bisa kita dapatkan dalam acara-acara besar pada umumnya.
Terima kasih untuk panitia yang sudah berusaha. Keputusan untuk terus menjalankan acaranya sampai hari ke-tiga dan mengurangi 4 panggung menjadi 2 panggung adalah keputusan mendadak yang sangat bijak. Semoga acara pertama ini menjadi tempat untuk belajar dari kesalahan (dan banyaaaaaak sekali yang harus dipelajari!!! Baaaaanyaaaaakkk!!! Gue nulis hal-hal positif di sini bukan berarti gue 100% puas sama kerja panitia lho...)
Demikianlah catatan sejarah versi saya. Saya yakin anda mempunyai sudut pandang sendiri dalam melihat event kemarin_ sudut pandang performer, sudut pandang penonton, atau bahkan sudut pandang panitia. Catatlah dan publikasikan pada blog anda, dan kita pun berhasil membuat sejarah.
Labels: blog, gigreview, musicreview, thought, wonderbra