Tuesday, February 20, 2007

Setelah Meramu Rasa

Semayam hangat rasa dari suhu tubuhmu, dan sepercik rasa dingin dari rembesan peluhmu yang mengakar di serabut-serabut kail yang melandasi ranjang kita. Yang aku lihat adalah sosok alam yang sedang meditasi, membatu di sudut ruang, mengiramai detak jantung pohon yang menjadi atapnya. Menjaga kilauan yang sedikit banyak bercahaya menyerupai putih, tapi dia bukan putih.

Aku baru saja berbagi sari-sari gizi dari tanah kepadanya. Kami memeluk erat dengan akar kami yang bergerak di bawah sana. Kami saling menyentuh, tapi tidak tersentuh. Terkadang dedaunan yang menjutai pun saling bersalaman, berusaha saling menyentuh bibirnya, tapi tidak dapat. Karena semua persentuhan bagi dua bongkah pohon yang tumbuh bersampingan nista lah dalam percakapan sesama makhluk yang bukan manusia. Lalu kami hanya bisa bersentuh setitik dua titik, tapi sensasi meledakkan derisan air dan meniral yang sedang kami olah. Ah, sungguh persetubuhan dua tangkai yang menjuntai, terasing dalam kesepian walau tertanam berdekatan.

Ah, sungguh kami ingin saling memeluk!


27 Jan 2007, dini hari.


terucap

ringankan satu hati dua pecinta
dalam duka dan doa satu kata terucap artikan semua
kala salju itu mulai mengintip
dan hujan berbaris hendak menyalip
sementara mentari sudah lebih dulu bersinar
dua pecinta berbagi rasa
satu henbusan angin berbisik
karena perih tiada arti kala cinta terucap
kala cinta terucap