berjuta-juta detik yang lalu
Aku adalah tanaman rambat yang melilit di pagar rumahmu. Ibuku rumput liar dan ayahku dandelion. Setiap malam aku merindu ranting-ranting kokoh yang diam-diam membelaiku, memperkenalkan aku pada ruangan tanpa batas antara mimpi dan kenyataan. Setiap saat dibawanya aku pada dunia penuh cermin tanpa kita harus bercermin. Cukup diperkenalkannya aku pada keindahan-keindahan lampu yang meredup di akhir tahun dengan setiap kecupan pertamanya. Aku dibuainya begitu lembut, oleh rangkaian puisi-puisi yang disenandungkannya diam-diam untukku setiap malam menjelang tidur. Tanpa perlu berkata-kata, kami saling tahu betapa kami merindu satu sama lain. Kami meniupkan kecupan tiap malam tanpa harus bertatap, karena hati kami saling terikat diantara mimpi-mimpi yang pernah kami rangkai. Kami memunguti mutiara dan menjadikannya bola mata kami. Bersama bias terangnya kami saling memeluk. Melihat keanggunan realitas khayal masa-masa itu, berjuta-juta detik yang lalu.
Labels: contemplation, numb, puisi, speakingofheart, thought
8 Comments:
Sumpah .Suka banget kata-katanya . . Kalau saya , yakin ga bisa bikin nya .Hahaha
gee, thanks... referensi dan inspirasi dr baca buku2nya nukila amal nih... hehe
beautiful! gimana sih bisa ngerangkai kata2x sebagus ini?
aduuh. berlebihan aaaah....
aku nggak tau gimana caranya, pokoknya pake hati aja, hehehe
me lovey nukila amal too. her "cala ibi" is one of my faves.
iya. cala ibi is very metaphorical... love it
i think i really have to read cala ibi asap!
yea, it's a must read item...
Post a Comment
<< Home