euphoria
Hampir genap 2 tahun saya diberikan kepercayaan untuk menjadi fasilitator danatau dosen mahasiswa baru yang sedang dilanda euphoria masuk universitas negri terbaik di negeri. Sebagian diantaranya memang berhasil masuk universitas karena berjuang, sebagian lainnya masuk karena cukup beruntung (cukup beruntung sebagai cucunya guru besar fakultas anu, cukup beruntung sebagai anaknya kepala jurusan itu, cukup beruntung sebagai pacarnya anaknya dekan fakultas ini, dll). Tapi saat mereka berada di ruang kelas, semua melebur. Saya tidak tahu lagi yang mana yang berjuang dan yang mana yang beruntung. Perjuangan dan keberuntungan akan terbaca pelan-pelan, dari bagaimana mereka bersikap di kelas. Terbaca dari wajah-wajah euphoria.
Target dan cita-cita saya adalah mengajar sastra, pengantar kesusastraan atau kelas sastra apa saja. Karena dalam kelas sastra saya bisa sedikit menyalahgunakan posisi saya sebagai pengajar untuk menyebarluaskan propaganda yang saya percaya tanpa harus terlihat terlalu kasat mata. Tapi untuk mencapai kelas sastra, saya harus memulainya dari kelas bahasa dan mengajar kelas-kelas membosankan seperti writing, speaking, dan grammar. Penyebaran propaganda yang terlalu masif akan terlalu terasa, hanya bisa dilakukan sedikit demi sedikit melalui teks ekstensif pilihan, itu pun tidak bisa didiskusikan secara leluasa karena fokus pelajarannya adalah ilmu bahasa.
Setelah 2 tahun, semester ini saya diberikan kesempatan untuk mengajar kelas sastra bersama dengan tim. Aneh nian, rasanya biasa-biasa saja. Saya mengharapkan perasaan meledak-ledak seperti baru pacaran pertama kali, tapi perasaan itu tidak sedikitpun beranjak ke permukaan. Padahal ini cita-cita... Padahal ini tujuan...
Sambil menenteng tumpukan buku sastra yang harus dipelajari malam ini untuk bahan silabus, pagi tadi saya berjumpa beberapa mahasiswa baru dengan aura euphoria yang kuat. Mereka tidak tampak haus akan pengetahuan, hanya sekedar haus akan kehidupan mahasiswa yang lebih merdeka.
Tiba-tiba mataku terpaku pada cover The Complete Stories and Poems of Lewis Caroll. Tampak Alice dengan rok biru bergelombang. Kepala mengadah ke atas, menatap kucing besar di atas pohon dengan seringai yang menakutkan. Kedua tangan di belakang pinggang, entah memetaforakan apa.
Tiba-tiba muncul pertanyaan kecil yang berbahaya, entah dari Alice, kucing yang menyeringai, atau diriku sendiri.
"Hei, euphoriaku... kamu kemana?"
Labels: blog
6 Comments:
interesting piece, thera....
Dan selama itu juga gue ngurusin skripshit gue ngga slesai-slesai, hwehehe...
hehehe...iya enak juga ngeliat anak baru dengan masing2 misinya... tapi hati2 dengan yang cari muka di depan kamu doang...di belakang dia berbicara menjelekkan kamu :D
thx!
bukannya thn ini selesai nggo?
Udah slesai sih, tapi harusnya wisuda Agustus, gue ngga ikutan coz lagi ada kerjaan di Kupang.. Jadi blom beres juga kan..? Hwehehe..
Post a Comment
<< Home