Wednesday, September 24, 2008

distorsi alam

Suatu hari mereka terjebak di bawah sebuah payung yang bergelantungan di langit. menadah serbuan serdadu awan yang menyerupai hujan. di bawah payung hijau itu mereka berbincang seakan hari tidak berujung pada 24 jam.

Mereka adalah seorang laki-laki yang jakunnya tidak tumbuh-tumbuh, dan seorang perempuan yang matanya tidak buta-buta, tapi juga tidak pernah terbelalak. mereka adalah pasangan muda yang tidak pernah merasa akan tua, selalu mencari hal-hal yang bisa membuat mereka merasa memiliki dunia. membuat dunia jadi semakin kecil seperti upil yang bisa dijentikkan dua jemari ke ruang bebas.

mereka sedikit berbincang, seolah bermain bulutangkis santai meskipun mereka tahu dunia yang sesungguhnya besar itu sedang menjebak mereka dalam suang sempit tanpa waktu. ruang yang dibatasi serdadu cair yang dijatuhkan kerajaan awan. sekali terserang hujanan peluru, mereka akan tenggelam dalam kuyup dan berketerangan kehujanan.

mereka berusaha mendengar alunan nada yang keluar dari telepon genggam sang lelaki. alunan yang bunyinya berperang dengan para serdadu, lalu mereka memperbincangkan alunan nada-nada tersebut. tersesat dalam distorsi alam dan teknologi.

mereka adalah dua kelinci, terjebak dalam kurungan ayam. apa arti yang sedang dicari, merekapun tak tahu. mereka hanya menikmati setiap detik dalam keterjebakan itu, menantang alam untuk segeraq menghentikan serdadunya, sehingga mereka bisa kembali berjalan dan memimpikan keringanan hal-hal yang serupa duniawi tanpa rintihan-rintihan hati.
 

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home