Friday, September 10, 2010

Jack of all traders...

Di awal-awal masa kuliah, gue pernah diramal.
Perlamalnya masih muda, seumuran gue pada saat itu mungkin, dan tampak seperti cewe biasa pada umumnya. Namun entah kenapa, dari sekian seringnya gue di ramal, bahkan oleh yang tampangnya seperti Alm. Mama Loren pun, kata-kata cewe inilah yang paling nyangkut di kepala gue.

Yang pertama dia bilang sama gue adalah, bahwa gue susah banget diramal, karena jiwa gue kosong.
Bused. Jiwa gue kosong? Serem amat.
Hati gue juga kosong, katanya. Karena gue lagi jauh sama Tuhan, dan lagi nggak punya tujuan hidup. Gue lagi depresi.
Bener juga sih, waktu itu gue lagi patah hati, dan kuliah di Sastra membuka pengetahuan gue atas kenyataan-kenyataan hidup yang pahit. Padahal saat itu gue belom siap untuk mengetahui kenyataan-kenyataan itu. Gue masih seru bermain-main dalam lakon komedi dan dongeng-dongeng yang biasanya berakhir dengan happy ending, bukan drama tragedi. Rasanya seperti di film The Matrix, pilih pil merah atau biru? Hehehe...

Satu hal lagi yang gue inget banget dari apa yang dia bilang adalah, bahwa ada sedikit masalah dalam karir gue.
Dia bilang, gue punya banyak bakat. Gue bisa melakukan apa aja dengan baik, dan kebetulan, jalannya selalu ada. Sayangnya, gue rakus. Gue mau melakukan semuanya, jadi apapun yang gue lakukan jadinya setengah-setengah. Nggak total. Gue jack of all traders, but an expert of none. Glek.

Si peramal cuma ngasih satu saran. Temuin satu passion lo dan lakukan dengan total, lalu dekatkan diri lo sama Tuhan. Keadaan lo mengkhawatirkan, dia bilang.

Sekarang, setelah gue pikir-pikir, dia bener juga yah. Terutama bagian karir. Banyak yg gue lakukan, tapi semuanya mentok.
Nyanyi... mentok.
Nulis... mentok.
Modelling... well, emang gak pernah sih....
Ngajar... nggak mentok mentok amat sih, tapi saat ini satu hal yg bikin frustrasi adalah... gue belom berhasil juga buat ngelanjutin kuliah gue. Untuk bisa mengajar dengan lebih baik, gue juga harus sekolah lagi. Kalo nggak, ya ngajar gue akan mentok juga! Saat ini masih menunggu pengumuman hasil seleksi wawancara kemarin, tapi entah kenapa gue nggak mao berharap banyak, mungkin karena saking seringnya ditolak, hehehe.

Apapun yang gue lakukan saat ini, gue merasa nggak gue lakukan dengan maksimal. Padahal, gue tau jalannya selalu ada buat gue, seandainya aja gue bener-bener maksimal atas satu hal.
Nyanyi misalnya. Kalau memang gue niat meluangkan waktu, tenaga, dan uang untuk merekan lagu-lagu yang gue tulis, dan lebih niat belajar main gitar, pasti album solo udah di depan mata. Semua orang udah niat membantu, bahkan rela nggak dibayar sekalipun. Jalannya ada. Yang nggak ada: waktunya. Tapi gue tau itu cuma alesan gue aja. Gue rasa gue masih belom pede aja.

Nulis adalah passion terbesar gue yang bertahan paling lama. Bahkan sampai sekarang. Tapi bisa dibilang passion yang nggak pernah bener-bener gue lakukan dan gue asah lagi beberapa tahun belakangan ini. Padahal dulu, waktu masih sering-seringnya nulis, terutama fiksi, karya-karya gue sering dipublikasikan. Cerpen-cerpen gue masuk majalah, puisi gue masuk buku antologi, dll. Dan lewat tulisan-tulisan itu pula gue pernah menang sayembara dan dapet beasiswa kursus menulis kreatif.
Entah kenapa, satu kritikan tajam bikin gue tumbang. Ternyata gue nggak sekuat tulisan-tulisan gue. Jadi penulis itu berat, apalagi kalau tema-tema yang ditulis cenderung menantang pemikiran-pemikiran mainstream. Butuh waktu lama buat gue untuk bisa bangun dari kritikan. Padahal, bagi seorang penulis, menghadapi kritikan itu harusnya sudah jadi makanan sehari-hari. Mungkin gue terlalu mensakralkan karya-karya gue. Mereka seperti anak-anak gue. Jadi, ketika satu dari sepuluh orang bilang kalo karya gue itu sampah, gue sedihnya bukan main. Padahal, sembilan yang lain bilang bagus. Harusnya sih gue nggak boleh seperti itu. Gue selalu bisa terima kritikan membangun kok, tapi kadang-kadang, ada aja yang ngritik nyampah. Harusnya sih, cukup bilang ya sudah. Nggak apa-apa. Tokh karya itu sudah jadi milik publik ketika dilempar ke pembaca. Tapi mungkin gue tipe 'ibu' yang nggak rela 'anak-anak'nya pergi dari rumah.
Tumbanglah semangat gue nulis. Sesimpel itu. Semudah itu gue jatuh. Gue nggak total. Tapi kalau boleh jujur, menulis masih jadi mimpi gue. Gue pasti bangun lagi.

Teaching. Passion gue yang paling baru, tapi paling konsisten. Ini karir yang paling cocok buat gue. Lahan pekerjaannya selalu ada. Gajinya lumayan. Waktu kerjanya fleksibel. Gue emang nggak bisa bekerja 24/7, gue selalu stress dan ngomel-ngomel setiap kerja kantoran. Melihat kefleksibilitasan waktunya, ngajar memang paling cocok. Apalagi, gue punya 3 bulan paid-holiday (jealous?) Hehehe... Tapi lebih dari itu, ngajar lah yang benar-benar membuat gue merasa hidup gue berarti dan nggak sia-sia. Walaupun gajinya nggak sebesar gaji orang yang kerja di perusahaan minyak, tapi setidaknya, gue merasa memberikan sesuatu yg berguna untuk orang lain. Dan senyum murid-murid gue saat bilang "thank you" jauuuuhhh lebih rewarding dari gaji setinggi apapun buat gue.
Tapi gue tau ini aja nggak cukup. Nggak cukup hanya mengajar bahasa, gue harus mengajar yang lain.. yang secara langsung bisa merubah pola pikir anak-anak di kelas gue. Gue harus mengajar sesuatu yang bisa membuat mereka tercerahkan, seperti apa yang gue alamin dulu waktu kuliah. Gue bener-bener menikmati indahnya ilmu pengetahuan.
Untuk itu, gue harus kuliah lagi. Dan urusan kuliah ini lah yang mentok. Tiap tahun gue selalu berkata hal yang sama: "tahun depan gue harus kuliah!", tapi nggak pernah kejadian. Selalu kepentok masalah ekonomi dan timing. Menyedihkan.

Jujur. Pengalaman nggak merubah gue. Gue masih rakus, mau melakukan semuanya. Masih the jack of all traders and an expert of none. Apa salahnya kalau memang passion kita banyak? Saat ini, justru passion-passion gue itulah yang bikin hati dan jiwa gue nggak kosong lagi.

Labels: , ,

6 Comments:

Anonymous Renggo Adjie said...

Hahahaha, this is me

Saturday, September 11, 2010  
Anonymous Thera Paramehta said...

@psychomillionare: hi 5!

Sunday, September 12, 2010  
Anonymous Aulia Naratama said...

Jadi lo mau jadi model jg ther?

Monday, September 13, 2010  
Anonymous Renggo Adjie said...

Udah ngga main hi 5, lupa passwordnyah.. FB, MP & twitter ajah :D

Monday, September 13, 2010  
Anonymous Eternal Echo said...

rakuslah, Te. serakusrakusnya!

Thursday, September 30, 2010  
Anonymous Thera Paramehta said...

Terima kasih, Tuhan.. Tahun ini akhirnya gue bisa kuliah lagi. Lucu rasanya membaca postingan ini kembali :)

Monday, May 23, 2011  

Post a Comment

<< Home